zwani.com myspace graphic comments

Meteri KuliahKu "Pengantar Sosiologi Politik"

03.31 Edit This 0 Comments »

August Compte (1798-1857) adalah salah seorang pendiri disiplin ilmu sosiologi. Secara sederhana "sosiologi" berarti studi mengenai masyarakat, tetapi dalam praktiknya "sosiologi" berarti studi mengenai masyarakat di pandang dari satu segi tertentu. Compte dan Herbert Spencer (1820-1903), menekankan masyarakat sebagai unit dasar dari analisa sosiologis, sedang bermacam-macam perlembagaan dan interrelasi antara lembaga-lembaga itu merupakan sub unit dari analisa.

Dalam memberikan penekanan pada konteks kemasyarakatan, para sosiolog modern mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membahas kelompok-kelompok sosial, dan studi mengenai interaksi-interaksi manusia dan interrelasinya. Pusat perhatian sosiologi ialah tingkah laku manusia, namun tidak terkonsentrasikan pada tingkah laku individual dan tingkah laku kolektifnya, karena hal itu dianggap sebagai bidang psikiatri dan psikologi. Dengan demikian sosiologi merupakan studi mengenai tingkah laku manusia dalam konteks sosial.

Politik hanya memperhatikan beberapa aspek saja dari masyarakat. W.G.Runciman menyatakan "disiplin ilmu yang terpisah-pisah seperti ekonomi, demografi kriminologi, ataupun politik, harus dianggap sebagai ilmu yang memiliki sifat koordinatif dan merupakan cabang khusus dari sosiologi".

Esensi dari politik adalah perhatian sentral dari politik yaitu penyelesaian dari konflik-konflik manusia, atau proses dimana masyarakat membuat keputusan-keputusan ataupun mengembangkan kebijakan-kebijakan tertentu, atau secara otoritatif mengalokasikan sumber-sumberdan nilai-nilai tertentu atau berupa pelaksanaan kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakat.

Kekuasaan adalah sebagai titik sentral dari studi politik, maka pentinglah untuk menekankan masalah kekuasaan tersebut didalam konteks masyarakat yang sama. Ilmu pengetahuan politik mencakup studi mengenai permasalahan manusia, mengenai perlengkapan yang dikembangkan manusia untuk memecahkan permasalahan tersebut, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan manusia, dan lebih-lebih mengenai ide yang mempengaruhi manusia untuk mengatasi semua permasalahan itu.

"Ilmu pengetahuan politik merupakan pokok persoalan, bukan merupakan disiplin yang otonom... Dan subyek tersebut ditegaskan oleh suatu masalah". Bernard Crick menyatakan, masalah tersebut adalah pemeritahan dalam pengertian "aktivitas memelihara ketentraman". Jadi, ilmu pengetahuan politik tidak sama dengan studi mengenai pemerintahan, tetapi merupakan ilmu pengetahuan .

Perkembangan dari masing-masing ilmu pengetahuan sosial itu, yaitu: masing-masing mempunyai perkembangan dan sumber aslinya, seringkali sifatnya serba kebetulan, sehingga setiap pelaku dari masing-masing "subyek" itu mengangkatnya sebagai disiplin ilmu tersendiri, dan cenderung mengabaikan "subyek-subyek" ilmu yang bertalian dengannya.


ASAL MULA DAN PERKEMBANGAN SOSIOLOGI POLITIK

Sebagai individu-individu yang telah memberikan sumbangan-sumbangan yang sangat penting dan azasi, dalam bidang sosiologi politik ini ada dua tokoh yang sangat menonjol yaitu: Karl Marx (1818-1883) dan Max Weber (1864-1920).

Sumbangan Marx sangat besar dan bervariasi yang dapat digolongkan dalam tiga bidang: teori umum,dan teori khusus, dan metodologi. Berbeda dengan Hegel, Marx mendasarkan teorinya pada konflik materil dari kekuatan-kekuatan ekonomi yang saling bertentangan, yang pada akhirnya menghancurkan sistem kapitalisme dan penciptaan satu masyarakat tanpa kelas. Dia kemudian mengembangkan teori nilai kerja dari David Hume menjadi teori nilai lebih dan eksploitasi terhadap kerja, semua ini menjadi basis bagi teori sosiologinya yang paling utama, yaitu perjuangan kelas. Dia juga mengembangkan teori (alienasi) pengasingan yang berargumentasi, bahwa kelas pekerja atau kelas proletariat itu menjadi kian terasingkan dari masyarakatnya, pekerjaan mereka dijadikan alat untuk menghindari kelaparan, dan bukan menjadi sarana untuk pernyataan diri.

Melihat peranan Marxisme sebagai satu ideologi di banyak wilayah bagian dunia, memberikan gambaran bahwa Marx terlalu melebih-lebihkan subordinasi ekonomi dari ide-ide. Walaupun mendapatkan banyak kritik, tetapi hal itu tidak mengurangi sumbangan Marx pada sosiologi politik. Kedua teori umumnya yaitu, determinasi ekonomi dan dialektika materialisme, dan teori-teori khususnya mengenai perjuangan kelas, kesadaran kelas, dan alienasi, semuanya merangsang pemunculan karya-karya lain, beberapa diantaranya cenderung mendukung ide-ide Marx, sedang yang lain mencelanya.

Selain itu, Marx juga memberikan sumbangan yang vital di bidang metodologi. Usaha pengembangannya mengenai "sosialisme ilmiah" memberikan standar keilmuan dan metode-metode yang menjadi suri tauladan bagi ilmuwan-ilmuwan berikutnya. Marx selalu berusaha memberikan dasar yang kokoh pada teori-teorinya dengan jalan menyajikan sejumlah besar pembuktian dan mengujinya dengan cara yang sistematis dan tepat teliti.

Kiranya, tidak dapat dipungkiri bahwa bapak pendiri kedua dari sosiologi politik adalah Max Weber, salah seorang pengkritik teori-teori Marx. Dalam meneliti stratifikasi sosial ditengah bermacam-macam masyarakat, dia membuktikan bahwa strata sosial itu tidak hanya bisa dilandaskan pada "kelas" individualnya atau pada posisi ekonominya dalam satu masyarakat saja, atau pada posisi ekonomi didalam masyarakat seperti yang ditegaskan oleh Marx, tetapi juga pada status atau posisi sosialnya ditengah masyarakat, atau pada posisi individual didalam struktur kekuasaan di tengah masyarakat.

Bagi Weber, "Politik" adalah sarana perjuangan untuk bersama-sama melaksanakan politik, atau perjuangan untuk mempengaruhi pendistribusian kekuasaan, baik diantara negara-negara manapun diantara kelompok-kelompok didalam suatu negara. Sedang negara didefinisikan sebagai komunitas/masyarakat yang dengan sukses menuntut monopoli penggunaan kekuatan-kekuatan fisik yang syah didalam satu tetorial tertentu.


Menurut keyakinan Weber, ada tiga tipe legitimasi yang utama:

1. Kewibawaan "hari kemarin yang kekal", yaitu adat-istiadat yang disucikan melalui pengakuan kuno yang tidak bisa digambarkan dan orientasi kebiasaan untuk melakukan penyesuaian diri. Inilah yang disebut sebagai dominasi "tradisional".....

2. Kewibawaan dengan keanggunan pribadi yang luar biasa, dan ketaatan yang mutlak serta kepercayaan terhadap wahyu, kepahlawanan atau kualitas lainnya dari kepemimpina individual. Inilah yang disebut sebagai dominasi "kharismatik".....

3. Dominasi kebajikan "legalitas" oleh kebajikan kepercayaan akan validitas undang-undang dan "kompetensi" fungsional yang dilandasi pada peraturan-peraturan yang dibuat secara rasional.

Warisan peninggalan metodologis lainnya dari Weber adalah konsep mengenai pemahaman simpatetis atau Verstehen yang diaplikasikan pada sosiologi. Weber merasa bahwa, tingakah laku manusia itu akan bisa lebih mudah dipahami apabial orang ikut memperhitungkan motif-motif dan maksud mereka yang langsung terlibat dalam pelaksanaan tingkah laku tadi.

Dua tokoh penyumbang yang pertama kali menyinggung partai-partai politik ialah Ostrogorski (1854-1919) dan Roberto Michels (1876-1936). Kedua pengarang tersebut meneliti perkembangan organisatoris dari partai-partai politik, yang kemudian mereka berdua sampai pada kesimpulan yang sama, bahwa organisasi-organisasi sedemikian itu tidak bisa terhindar dari dominasi oleh kelompok-kelompokmkecil yang terdiri dari aktivis-aktivis, dan bahwa kontrol umum (oleh rakyat) ternyata bersifat pura-pura atau merupakan dalih belaka dan merupakan kemustahilan.


PENDEKATAN METODE

Pendekatan ialah orientasi khusus atau titik pandangan tertentu.Pendekatan institusional dikatakan sebagai pendekatan yang tidak memadai dan tidak realistis, sebab studi ini mengabaikan realitas tingkah laku politik, karena khusus mengkonsentrasikan diri pada faktor-faktor konstitusional dan legalistik. Dengan demikian orang yang terlalu keras menekankan kasusnya bahwa tingkah laku politik itu selalu berlangsung didalam satu kerangka institusional, dan baik tingkah lakunya maupun lembaga-lembaganya tidak dapat dijelaskan secara memadai atau tepat tanpa pemahaman terhadap kedua-duanya.

Kontras dengan pendekatan institusional, pendekatan behavioral (berkaitan dengan tingkah laku) berusaha keras untuk menyingkirkan hal-hal yang dianggap keliru yang terdapat pada pendekatan-pendekatan lainnya. Pendekatan ini menekankan individu sebagai unit dasar dari analisa, dan dirasakan perlunya memisahkan fakta dengan nilai-nilai, serta perlunya membuat generalisasi yang sudah diverifikasikan. Disamping itu, behavioralisme juga dikecam orang karena mengabaikan segi-segi yang menguntungkan dari pendekatan-pendekatan jenis lain.

Untuk bisa mengumpulkan material kuantitatif, para sosiolog politik menyandarkan diri pada usaha yang bersungguh-sungguh untuk mendapatkan wawasan melalui penggunaan survei-survei wawancara yang intensif (termasuk penggunaan studi-studi panel dan mencakup pula wawancara secara periodik terhadap responden-responden yang sama), juga penggunaan studi-studi kasus (case studies), dan melalui partisipasi langsung ataupun tidak langsung didalam proses politik.

Pendekatan fungsional struktural iti bisa memberikan kejelasan kepada bidang-bidang yang semula diabaikan atu dilupakan, dan khususnya menyajikan penjelasan-penjelasan penting mengenai gejala-gejalanya yang tengah melaksanakan fungsi khusus atau mampu memenuhi kebutuhan khusus.


SKEMA KONSEPSUAL

Skema konsepsi dilandaskan pada empat konsep, yaitu:

1. Sosialisasi politik adalah proses , sejauh mana pengaruh individu bisa mengenali sistem politik, yang kemudian menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik.

2. Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan didalam sistem politik.

3. Perekrutan politik adalah proses dengan mana individu menjamin atau mendaftarkan diri untuk menduduki suatu jabatan. Perekrutan ini merupakan proses dua-arah, dan sifatnya bisa formal atupun tidak. Merupakan proses dua-arah karena individu-individunya mungkin mampu mendapatkan kesempatan, atau mungkin didekati oleh orang lain dan kemudian bisa menjabat posisi-posisi tertentu.

4. Komunikasi politik adalah proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Komunikasi politik memainkan peranan yang penting sekali didalam sistem politik: komunikasi politik ini menentukan elemen dinamis, dan menjadi bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik, dan perekrutan politik.

Semua konsep diatas sifatnya interdependent, bergantung satu sama lainnya dan saling berpautan.

Selengkapnya..

Materi KuliahKu "STRATIFIKASI SOSIAL"

07.06 Edit This 0 Comments »

Stratifikasi (berlapis-lapis) Sosial : Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yg dimilikinya


Sistem Stratifikasi

1. Perbudakan

2. Pemilikan tanah

3. Kasta

4. Pekerjaan


Sistem Stratifikasi

1. Stratifikasi Tertutup

anggota masy tetap pada status yg sama

ex: sistem kasta, kelompok endogami, minoritas & mayoritas

2. Stratifikasi Terbuka

status berbeda dari orang tuanya

Indikator : mudah-tidaknya, sering-tidaknya


Bentuk Stratifikasi Sosial

1. Stratif Usia

usia muda mempunyai hak & kewajiban berbeda dg yg lebih tua

contoh:

- Hukum adat kekuasaan

Elizabeth ==> Raja George

- Senioritas

2. Stratif Jenis kelamin

hak & kewajiban laki-laki berbeda dg wanita

3. Stratif Hub Kekerabatan

hak & kewajiban berbeda antara ayah, ibu, anak, paman, bibi, kakek, nenek

4. Stratif Keagamaan

5. Stratif Etnik

orang Palestin & Arab tidak mempunyai hak yg sama dg orang Yahudi

6. Stratif Ras

pembedaan hak & kewajiban antara kulit hitam & kulit putih


Stratifikasi karena status yang diraih

1. Stratifikasi Pendidikan

Hak & Kewajiban warga masyarakat sering dibeda-bedakan atas dasar pendidikan formal

2. Stratifikasi Pekerjaan

ex: asisten dosen, lektor & guru besar

3. Stratifikasi Ekonomi

pembedaan berdasarkan penguasaan & pemilikan materi


Simbol status :
- gaya hidup
- pakaian
- relasi
- tempat tinggal


Mobilitas Sosial : perpindahan status dalam stra sos

1. Mobilitas Horisontal (dalam 1 kelas)

2. Mobilitas Vertikal (perkelas)

- mobilitas intragenerasi

- mobilitas antargenerasi


Max Weber:
1. Kelas

- penguasaan atas barang & memperoleh penghasilan
- berdasarkan kekayaan yg dimiliki & faktor kepentingan ekonomi
2. Status

- ditentukan ukuran kehormatan
- santri, priyayi, abangan
persamaan gaya hidup
3. Kekuasaan ==> tindakan bersama utk tujuan terencana ==> kekerasan, intimidasi


Karl Marx

“pemilikan alat produksi”
kelas borjuis (kaya) vs kelas proletar ==> dieksploitasi, mempunyai kesadaran kelas ==> Classles society


Teori Fungsionalis
manusia mempunyai kemampuan & bakat ==> untuk menstabilkan masyarakat
==> menentukan hak-hak istimewa & tanggung jawab individu


Teori Konflik
harus ada equality (persamaan)
sifat eksploitatif
ex : pasien harus diperlakukan sama

Kerugian & manfaat
- penurunan status
- menciptakan harapan

Exploitasi teory ==> exploitasi kelas rendah dasar dari sistem ekonomi kapitalis


Teori Interaksi
stra sos : penting
mengenal masing-masing ras
- Amalgamasi : perkawinan campur Arab & Jawa

- Asimilasi
- Pluralisme : majemuk
- segregasi ==> tempat tinggal, tempat kerja, pergaulan


Mengukur Kelas Sosial

Metode Subyektif

Menilai status sendiri dengan menempatkan diri pada skala kelas (A, M, B)

Metode Obyektif

pendidikan,pekerjaan, income, tempat tinggal

Metode Reputational

menilai status orang lain dengan jalan menempatkan orang lain pada skala tertentu

(Treimen)


Upaya masyarakat untuk mengurangi ketidaksamaan:
1. Program IDT
2. Beasiswa
3. Program perumahan murah
4. Orang tua asuh
Di Uni Sovyet & RRC
anak-anak dipisahkan dari ortu & dididik bersama dalam komunitas
Di Israel : sistem Kibbutz

Selengkapnya..

Materi KuliahKu "KEBIJAKAN UMUM "

03.24 Edit This 0 Comments »

Policy (kebijakan) :

- Kumpulan keputusan yang diambil pelaku demi usaha

- Memilih tujuan & cara mencapai tujuan

Sehingga : Pembuat kebijakan mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.


Input ==> proses ==> out put

Analisa --- membuat --- kebijakan

Politik ---- keputusan --- umum


KEBIJAKAN PUBLIK

Mengenai:

- apa yg pemerintah lakukan?

- mengapa mereka melakukannya?

- apa perbedaan membuatnya?


pilih lakukan atau tidak lakukan


Tugas pemerintah:

- mereka mengatur perselisihan dalam masyarakat

- menyalurkan barang dan jasa

- membuat uang ==> daripada kebijakan umum ==> mengatur : a. organisasi. b. penyaluran. c.produksi


Wilayah:

- pertahanan

- urusan asing

- pendidikan

- keamanan

- pajak

- sehat, dan lain-lain. ==> manusia, uang, bahan, program, pimpinan.


Modern ==> tingkah laku

memproses ==> deskripsi & penjelasan ==> sebab & efek aktifitas pemerintah.


PEMBAGIAN DAN ALOKASI

Pembagian dan alokasi nilai – nilai dalam masyarakat yang mengikat ==> Sering tidak merata ==> Konflik <== Hub. Dengan kekuasaan & kebijakan pemerintah


Menyangkut :

- Benar baik

- Kenutuhan & keinginan

- Manusiawi


KEKUASAAN ==> Kemampuan mempengaruhi tingkah laku seseorang & kelompok

sesuai keinginan pelaku <== Diperebutkan, Dipertahankan


Pengambilan keputusan <== Keputusan yang mengikat ketika ditaati <==(umum bukan Individu) Alternatif – alternatif, Prioritas <==(lebih sulit, kolektif) Who gets : What, When, How (Heterogen/ Homogen )


Point :

- Negara

- Kekuasaan

- Pengambilan keputusan

- Kebijakan

- Distribusi & alokasi resources


Negara ==> organisasi dalam satu wilayah ==> Sah, Ditaati rakyat

==> Kehidupan Negara ==> Systemnya


POLITIK DALAM KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan ==>

Perawat :

- Konsumen peduli pemerintah

- Peduli swasta

- Sektor lain


Politik ==> tujuan umum

Ilmu :

1. Proses penentuan tujuan

2. Melaksanakan tujuan


Pengambilan keputusan

Tujuan ==> kebijakan umum ==> Power ==> Mengatur & membagi

Autority ==> sumber yang ada <== Persuasi paksaan


ANALISA POLITIK

1. Institusional : kebijaksanaan sebagai instansi antivity

Pemerintah :

- sah menurut hukum

- universalisme

- memegang hak monopoli

==>hadiah, hukuman

2. Teori group : kebijaksanaan sebagai keseimbangan grup

Mengatur ==> perselisihan grup

- menetapkan peranan permainan

- mengatur penyelesaian perselisihan keseimbangan minat

- menetapkan penyelesaian perselisihan dalam bentuk kebijakan umum

- menguatkan penyelesaian perselisihan ini

3. Teori elite : elit, berhenti & administrasi, petunjuk kebijaksanaan, pelaksanaan kebijaksanaan, gumpalan

Kebijakan elite ==> tergantung pada : oknum, sistem social, system budaya

4. Rasional : kebijaksanaan pencapaian sasaran efisien

Efisien :

- nilai mencapai

- nilai sacrifica

Rekening:

- sosial

- politis

- migrasi

- kebudayaan

- kuantitatif

- kualitatif

Pembuat kebijakan – harus:

1 tahu semua pilihan2 nilai sosialnya

2 semua alternatif kebijaksanaan tersedia

3 semua akibat

4 semua rasio mencapai / sacrified semua alternatif kebijaksanaan

5 memilih alternatif kebijaksanaan paling efisien

-----------anjuran--------------

masukan ========> masukan

-----------situasi --------------

5. Incremental : kebijaksanaan sebagai variasi di pos

“Perkembangan masyarakat” ==> Pembangunan sosial ==>Untuk memecahkan masalah kebijaksanaan dalam perasi pos

Halangan =========> SWOAT

waktu

latar belakang masalah S = Kekuatan

determinan masalah W = kelemahan

prioritas masalah, dll A = analisis

6. Proses

7. Teori pilihan public

8. Game theory : kebijaksanaan sebagai pilihan rasional dlm situasi pertandingan

Konsep utama: STATEGI

pilihan terbaik

hasil terbaik

Pemain A

alternatif (1) alternative(2 )

Pemain B alternatif (1) hasil hasil

alternatif (2) hasil hasil

MELIHAT :

- manusia

- Permainan

- Bagaimana memainkan permainan

9. TEORI SISTEM : kebijakan sebagai system output

- Proses pengambilan kebijakan dlm ruang lingkup DPD-RI

- Prinsip dasar : masyarakat saling tergantung satu sama lain seperti organisme dlm biologi

- Dikembangkan oleh politisi : David Easton tahun 1953

- INPUT : permintaan (demand), dukungan (support)

- OUTPUT : keputusan (decision), action

Selengkapnya..

Materi KuliahKu "POLITIK DAN KESEHATAN"

21.36 Edit This 0 Comments »

Politik

1. Strategi [untuk mendapat kedudukan (politik)]

2. Cara [untuk mendapat kedudukan (politik)]

3. Pemikiran/Ilmu [untuk mendapat kedudukan (politik)]

4. Persaingan (Competition, Konflik) [untuk mendapat kedudukan (politik)]

5. Seni (enak dipandang) [untuk mendapat kedudukan (politik)]

6. Pengaturan (Regulasi) :

- Siapa yang mengaturnya ?

- Bagaimana pengaturannya ?

- Siapa yang diuntungkan ?

7. Kedudukan (Accupation)

8. Kekuatan (Power)

9. Rational Choice (peraturan tidak akan merugikan pembuat aturannya)


Kebijakan public = kebijakan yang harus/tidak harus dilakukan


Tujuan Politik

Mengelola persaingan/kompetisi/konflik ==> KONSESUS


Definisi Politik

LASWELL

Who get what, how many, when and where

* Patrimonial = Politik dimana yang berkuasa dan dikuasai berdasar paternalisme (hubungan timbale balik antara patron (bapak) dan klien(anak))

* Patrimonial

Keuntungan : saling menguntungkan, adanya timbal balik

Kerugian : jika tidak baik dengan Patron maka tidak dapat alokasi dan distribusi sumber-sumber langka


Relevansi mempelajari ilmu politik bagi mahasiswa kesehatan

- Mall praktik

- Ijin praktik

- RUU Keperawatan

- Obat dan penyembuhan tradisional

- HIV/AIDS

- Kelaparan, dll

SISTEM POLITIK

1. Komunisme/etatisme (pengkritik kapitalis karena yang kaya tambah kaya, miskin tambah miskin) adalah menempatkan negara sebagai pusat kekuasaan tidak mengenal kepemilikan, perencanaan/ pelaksanaan/pengendalian oleh negara, tidak ada partisipasi

2. Demokrasi adalah dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, ada partisipasi, pemilihan pemimpin oleh rakyat melalui pemilu

3. Kapitalisme adalah system yang memberi kebebasan orang menghimpun dan menggunakan modal

4. Liberal adalah mengedepankan dan menghargai kebebasan individu

5. Feodal adalah kekuasaan ditangan kaum bangsawan/tuan tanah

6. Borjuis adalah kekuasaan ditangan pemilik modal/industri

7. Pancasila : bukan etatisme, bukan liberalisme (campuran/mix, jalan tengah)

8. Desentralisasi/otonomi adalah tiap-tiap daerah berhak untuk mengelola rumah tangganya sendiri

9. Sentralisasi adalah pusat pemerintahan yang berhak mengatur dan mengendalikan kekuasaan

10. Federal (Negara bagian) dan Kesatuan (integralistik)

Selengkapnya..

Materi KuliahKu "MODAL SOSIAL & URBANISASI SEHAT DI GLOBALIZED DUNIA"

17.15 Edit This 0 Comments »

Pentingnya memajukan modal sosial dalam perencanaan pembangunan sehat, kami perlu dapat ukuran, monitor, dan pembelaan untuk ini dan secara bersama merealokasikan sumber daya. Yg diperlukan untuk memperlengkapi kembali kondisi imbang kekuatan pekerja sehat sehingga individualistis biomedical dan pandangan ekonomi lengkapkan secara bersama, fokus ilmu sosial dalam komunitas dan struktur sosial.

Ada kunci peranan disini untuk pekerja sehat dalam mengumpulkan hasil sehat dan menemukan serta menambah nilai intervensi sektor sosial, tetapi pertahanan dalam sektor sehat perlu diatasi. Banyak riset mungkin berperan untuk kebijaksanaan jika sesuai dengan perhubungan politis yang baik, bukti dapat dipercaya dan peneliti dan pembentuk kebijaksanaan jaringan biasa saling.berbagi dan percaya. Memaksimalkan harapan untuk berhasil, oleh karena itu memerlukan perbaikan kebijaksanaan yang dapat mengatasi pertahanan dan usul yang benar untuk meletakkan pada waktu yang tepat.

Kami menganggap bahwa 10 unsur kunci kami telah membangun modal sosial yang praktis berguna sebagai penunjuk jalan untuk pengembangan kebijaksanaan dan pengaplikasiannya. Unsur ini dapat membantu sumbangan modal sosial dapat menuju urbanisasi sehat di globalized dunia.


10 unsur kunci yang dibutuhkan dalam proses pengembangan modal sosial :

1. Menaksir hubungan & menanyakan pertanyaan yg benar. Pilihan dari pertanyaan dipengaruhi perkiraan ukuran dan petunjuk efek sehat, kepentingan diberitakan dlm agenda kebijaksanaan pemerintah, pemilihan waktu dan urgensi mendasari kebijaksanaan sehat atau siasat.

2. Mengenali pemegang taruhan. Analisis pemegang taruhan mengidentifikasi orang, kelompok, dan organisasi itu penting dianggap bila memperhatikan efek sehat.

3. Mengembangkan kapasitas pemegang taruhan mengambil tindakan dan membangun modal sosial dan kohesi. Kebijaksanaan dapat merubah hanya terjadi jika cukup pengetahuan, keahlian dan sumber daya pada tempatnya.

4. Menaksir lembaga dan memastikan kesempatan intersectoral kerja sama. Lembaga menentukan rangka dlm kebijaksanaan perbaikan mungkin mempengaruhi pemegang taruhan di pemerintah, pribadi sektor dan sipil masyarakat, dan gelanggang utama di mana pemegang taruhan saling berhubungan satu sama lain.

5. Memperkuat permintaan dari sisi penguasaan: menaksir dan memastikan partisipasi masyarakat dari organisator dan segi yg sah, termasuk mengenai kepastian akses ke data.

6. Memperkuat lembaga' peranan, fungsi dan struktur. Ikutserta dalam mengorganisir dan kritis diantara kebijaksanaan sasaran hasil, kebijaksanaan aksi-aksi, dan bagaimana mereka mempengaruhi kelompok pemegang taruhan kunci dalam sektor sehat dan sektor lain dalam berbagai tingkat.

7. Mengerahkan sumber daya. Untuk meningkatkannya mereka perlu merubah sosial lebih baik dalam pembagian sumber daya.

8. Membela untuk up-scaling dan merubah. Kebijaksanaan dan membidik sesuai pemegang taruhan yang berbeda tingkat.

9. Mengawasi dan mengevaluasi efek. Menyediakan peluang ke seperangkat sistem untuk mengawasi tahap awal.

10. Mengenali dgn tepat tingkat dan jenis intervensi. Sendiri, sekitar, kota, dan lain-lain.


Enam persyaratan yang penting bagi intervensi kebijaksanaan realistis untuk modal social :

1. Kita mengetahui kondisi arus, termasuk peranan norma-norma.

2. Kita mengetahui arus sehat dan kecenderungan sektor sosial dan mungkin berakhir setelah periode tertentu waktu ini cenderung terus ada.

3. Kita mampu menentukan hasil alternatif yg lebih disukai, atau hasil yg kami inginkan

4. Kita mampu merumuskan sehat dan kebijaksanaan sektor sosial (berdasarkan pengalaman masa lalu, intuisi, model resmi ,modal sosial dan kohesi) yang cenderung akan merubah arus dan membantu kita mencapai hasil yg kami inginkan

5. Kita mempunyai kapasitas (keahlian, sumber daya, persetujuan, dan lain-lain. ) melengkapi kebijaksanaan sehat ini secukupnya supaya tetap mencapai hasil yg kami inginkan

6. Kita mempunyai kapasitas pengawasan yang memberitahu kita jika kita menemukan jalan buntu jadi bagaimana kita perlu memodifikasi sehat dan kebijaksanaan sektor sosial, dan sebenarnya tetap mencapai hasil yg kami inginkan

Selengkapnya..

Materi KuliahKu "MEMAHAMI SELUK BELUK KONFLIK ANTAR ETNIS"

02.50 Edit This 0 Comments »

Akar penyebab dari terjadinya konflik etnis :

1. Sistemik

2. Domestik

3. Cara Pandang/Persepsi

Terjadinya konflik etnis bermuara pada 3 hal :

1. Terjadinya rekonsiliasi damai

2. Perpecahan etnis secara damai

3. Terjadinya perang saudara yang berkepanjangan

Konflik etnis adalah konflik terkait dengan permasalahan-permasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial antara dua komunitas etnis atau lebih. (Brown, 1997, hal. 82)

Menurut Anthony Smith, komunitas etnis adalah suatu konsep yang digunakan untuk menggambarkan sekumpulan manusia yang memiliki nenek moyang yang sama, ingatan sosial yang sama (Wattimena, 2008), dan beberapa elemen kultural. Elemen-elemen kultural itu adalah keterkaitan dengan tempat tertentu, dan memiliki sejarah yang kurang lebih sama. Kedua hal ini biasanya menjadi ukuran bagi solidaritas dari suatu komunitas (Smith, seperti dalam Brown, 1997, hal. 81).Smith melanjutkan, bahwa setidaknya ada enam hal yang harus dipenuhi sebelum sebuah kelompok dapat menyebut diri mereka sebagai ‘komunitas etnis’ :

1. Harus memiliki namanya sendiri

2. Memiliki nenek moyang yang sama

3. Harus memiliki ingatan sosial yang sama

4. Harus berbagi kultur yang sama

5. Harus merasa terikat suatu teritori tertentu (terutama teritori yang sedang mereka tempati)

6. Merasa satu kelompok yang sama

Selengkapnya..

Komunikasi Politik

20.10 Edit This 0 Comments »

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komunikasi politik adalah proses penyampaian pesan, proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik pada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Proses ini berlangsung disemua tingkat masyarakat disetiap tempat yang memungkinkan terjadinya pertukaran informasi diantara individu-individu dengan berbagai kelompok juga. Sebab dalam kehidupan bernegara setiap individu memerlukan informasi terutama mengenai kegiatan masing-masing pihak.

Tetapi sering juga timbul keluhan-keluhan yang berupa kurangnya memahami dan mendefinisikan komunikasi politik, terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang atau paradigma terhadap kompleksitas realitas sehari-hari, padahal perlu diketahui bahwa pengetahuan terhadap komunikasi dan politik merupakan suatu peranan yang sangat penting terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dan perlu diketahui bahwa politik menyangkut prilaku penguasa dan berupa lahirnya partai politik-partai politik baru yang kita hanya menganggap persaingan-persaingan kegiatan berupa pemilu merupakan sebuah pesta politik untuk kalangan elit tetapi pemilu merupakan kegiatan yang amat penting dalam menegakkan kedaulatan rakyat dan karena melalui pemilu seleksi kepemimpinan dan perwakilan dapat dilakukan secara lebih fear.

Kebesaran suatu bangsa bergantung pada kemampuan rakyat, masyarakat umum, dan massa untuk menemukan simbol dalam orang pilihan, karena orang pilihanlah yang mampu membimbing massa. Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi, membentuk komunikasi, membentuk sikap dan prilaku khalayak, masyarakat yang mendukung terhadap aktivitas kepemimpinannya.

Oleh karena itu kita mengangkat tema komunikasi politik untuk dibahas lebih lanjut karena komunikasi politik memainkan peranan penting sekali didalam sistem politik dan menjadi bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik, dan perekrutan politik


Rumusan Masalah

1. Apa pengertian komunikasi politik?

2. Bagaimana proses komunikasi politik?

3. Bagaimana hakikat dari komunikasi politik?

4. Bagaimana sikap/ prilaku penguasa politik dalam komunikasi politik?


Tujuan

1. Menjelaskan pengertian komunikasi politik

2. Menjelaskan proses komunikasi politik

3. Menjelaskan hakikat dari komunikasi politik

4. Menjelaskan sikap/ prilaku penguasa politik dalam komunikasi politik


Manfaat

1) Berperan aktif dalam menyampaikan aspirasi ataupun pesan kepada penguasa sebagai masyarakat yang memepunyai kewajiban bersama dalam membangun bangsa dan negara yang adil dan maju.

2) Memberikan indikasi atau petunjuk kepada masyarakat dan para pemerintah negara (penguasa) entang pentingnya komunikasi politik.

3) Mencegah dan menghindari serta menanggulangi bagaiman agar masyarakat paham akan pengetian, proses, dan hakikat komunikasi politik, serta kewenangan dan kewajiban penguasa


BAB 2

PEMBAHASAN

PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK

Para pakar ilmu politik dan pakar ilmu komunikasi berupaya untuk memberikan suatu pengertian tentang apa itu komunikasi politik. Sulit kiranya untuk menstandarisasi satu pengertian yang dapat memenuhi semua disiplin ilmu, namun para pakar di dalam merumuskan suatu pengertian telah berupaya secara maksimal sebagai sumbangan (kontribusi) yang sangat berharga yang dapat memperkaya rujukan dunia ilmu pengetahuan khususnya ilmu komunikasi. Proses komunikasi politik bukan membahas suatu proses yang bersifat temporer atau situasional tertentu, namun bahasan komunikasi politik akan menampakkan identitas keilmuan, baik sebagai ilmu murni (pure science) yang bersifat ideal, maupun sebagai ilmu terapan (applied science) yang berada dalam dunia empiris.

Sebagai ilmu terapan (applied science) maka bahasan komunikasi akan terus berkembang sesuai dengan perubahan-perubahan dan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi atau sebagai akibat temuan-temuan teoritis, produk berpikir dan hasil penelitian para ilmuwan politik atau ilmuwan komunikasi.

"Komunikasi politik (political communication) adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan menggunakan seperangkat simbol-simbol yang berarti yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.".

Maswadi Rauf melihat komunikasi politik dari dua dimensi, yaitu komunikasi politik sebagai sebuah kegiatan politik dan sebagai kegiatan ilmiah.

Komunikasi sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain. Kegiatan ini bersifat empirik, karena dilakukan secara nyata dalam kehidupan sosial. Sedangkan sebagai kegiatan ilmiah, komunikasi politik adalah salah satu kegiatan politik dalam sistem politik (Rauf, 32 - 33).

Rusadi Kantaprawira seorang pakar hukum, melihat komunikasi politik dari sisi kegunaannya. Menurut Rusadi komunikasi politik adalah untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intern golongan, instansi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor kehidupan politik pemerintah (Rusadi, 1984: 14).

Astrid S. Soesanto dalam buku Komunikasi Sosial di Indonesia mengangkat suatu formulasi pengertian komunikasi politik yang hampir diwarnai kajian ilmu hukum. Hal ini tampak dari kalimat yang diturunkan dalam formulasi pengertiannya. Menurut Astrid komunikasi politik adalah komunikasi diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik".

Formulasi pengertian yang sangat unik yaitu yang diangkat Dan Nimmo dalam buku Political Communication and Public Opinion in America menyatakan sebagai berikut :

" ... It is a book of Political Communication (activity) consider political by virtue of its consequences (actual and potential) which regulate human conduct under conditions of conflict (Dan Nimmo, 1980: 7).

”... Buku ini (komunikasi politik) menggunakan istilah politik hanyalah untuk mengartikan kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial”

Roelofs mengangkat buah pikirannya tentang komunikasi politik dalam kalimat sederhana yang menyatakan bahwa komunikasi politik adalah pembicaraan tentang politik atau kegiatan politik adalah berbicara.

Dan menurut Gabriel Almond (1960) bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”

Apa yang dikemukakan oleh para pakar tersebut di atas cukup untuk memberi pedoman dalam membentuk suatu pengertian tentang apa itu politik. Format pengertian itu semua muncul dalam visi (sisi pandang) beragam sesuai disiplin ilmu yang melatarbelakanginya.

Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –”penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).

Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.

Pengertian tersebut menunjukkan pada sikap dan perilaku seluruh individu yang berada dalam lingkup sistem politik, sistem pemerintahan atau sistem nilai baik sebagai pemegang kekuasaan maupun sebagai masyarakat untuk terwujudnya suatu jalinan komunikasi antara pemegang kekuasaan (pemerintah) dengan masyarakat yang mengarah kepada sifat-sifat integratif.

Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.


PROSES KOMUNIKASI POLITIK







1. Komunikator/ sender/ sumber = Pengirim pesan

Encoding : Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan

2. Message = Pesan

3. Media = Saluran

4. Decoding - Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol

5. Feed back = Umpan balik/ respon

6. Komunikan (receiver)/ pendengar (audiens) = Penerima pesan


KOMUNIKATOR POLITIK (SUMBER)

Komunikator Politik pada dasarnya adalah semua orang yang berkomunikasi tentang politik, mulai dari obrolan warung kopi hingga sidang parlemen untuk membahas konstitusi negara.

Namun, yang menjadi komunikator utama adalah para pemimpin politik atau pejabat pemerintah karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis mereka. Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya dari manipulasi komunikasi, dan vols, yakni warganegara yang aktif dalam politik secara part timer ataupun sukarela.

Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama, teristimewa dalam proses opini publik. Karl Popper mengemukakan “teori pelopor mengenai opini publik”, yakni opini publik seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politi.

Menurut JD.Halloran, kominikator massa berlaku juga bagi komunikator politik. Dan menurut James Rosenau adalah “pembuat opini pemerintah” atas “hal ihwal nasional yang multimasalah”.

Klasifikasi tersebut adalah :

1. Pejabat Eksekutif (Presiden, kabinet, Ka. Penasihat)

2. Pejabat Legislatif (Senator atau DPD, Pimpinan Utama DPR)

3. Pejabat Yudukatif (Para Hakim MA, MK)

4. Komunikator Politik terdiri dari tiga kategori: Politisi, Profesional, dan Aktivis.

5. Politisi adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, seperti aktivis parpol, anggota parlemen, menteri, dsb.;

Profesional adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah pencahariannya, baik di dalam maupun di luar politik, yang uncul akibat revolusi komunikasi: munculnya media massa lintas batas dan perkembangan sporadis media khusus (majalah internal, radio siaran, dsb.) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Terdiri dari jurnalis (wartawan, penulis) dan promotor (humas, jurubicara, jurukampanye, dsb.).

1. Aktivis – (a) Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak memegang atau mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan profesional dalam komunikasi. Perannya mirip jurnalis. (b) Pemuka pendapat (opinion leader) –orang yang sering dimintai petunjuk dan informasi oleh masyarakat; meneruskan informasi politik dari media massa kepada masyarakat. Misalnya tokoh informal masyarakat kharismatis, atau siapa pun yang dipercaya publik.


MESSAGE (PESAN)

Pesan komunikasi merupakan produk penguasa atau lembaga kekuasaan setelah melalui proses encoding (proses penyusunan ide menjadi simbol atau pesan) atau setelah diformulasikan kedalam simbol-simbol yang sesuai dengan kapasitas sasaran.

Pesan komunikasi politik adalah pesan yang berkaitan dengan peran negara dalam melindungi semua kepentingan masyarakat (warga negara). Bentuk pesannya dapat berupa keputusan, kebijakan, dan peraturan yang menyangkut kepentingan dari keseluruhan masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam pembicaraan politik, komunikator lebih banyak menggunakan instrumen komunikasi yang meliputi :

1. Lambang

Pembicaraan politik adalah kegiatan simbiotik. Kegiatan ini dapat berupa, (a) pembicaraan otoritas dilambangkan oleh konstitusi, hukum. (b) pembicaraan kekuasaan dilambangkan oleh Parade Militer. (c) Pembicaraan pengaruh dilambangkan oleh Mimbar partai, Slogan, Pidato, editorial.

2. Bahasa

Bahasa dalam komunikasi politik merupakan suatu sarana yang sangat penting yang memiliki fungsi sebagai “cover” bagi isi pesan (content message) yang akan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan sehingga pesan tersebut memiliki daya tarik (interest) serta mudah diterima oleh komunikan (masyarakat).

3. Opini Publik (Pendapat Umum)

Pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator politik dilakukan dengan memperhatikan secara seksama pendapat umum atau pendapat yang berkembang dalam realitas keidupan masyarakat yang ada dan mengemuka melalui media massa cetak, audio, maupun audio visual serta media komunikasi langsung yang berasal dari elemen infrastruktur politik yang mengartikulasi kepentingan masyarakat luas, baik melalui media dialog, diskusi, konsep pemikiran maupun orasi di lapangan (demonstrasi). Semuanya ditujukan untuk memelihara harmonisasi komunikasi antara komunikator politik dengan komunikan atau khalayak (masyarakat).


MEDIA KOMUNIKASI (SALURAN)

Media komunikasi sebagai alat transformasi pesan-pesan komunikasi dari penguasa kepada masyarakat.

Media komunikasi menjadi pusat perhatian penguasa sebagai alat untuk mendapat legitimasi rakyat di dalam memperkuat kedudukan penguasa melalui informasi- informasi yang disampaikan.

Dalam menyampaikan komunikasi politik para komunikator politik mrnggunakan saluran komunikasi politik dan saluran komunikasi persuasif politik yang memiliki kemampuan menjangkau lapisan masyarakat, bangsa, dan negara.

Tipe-tipe saluran kominikasi politik yang dimaksud meliputi:

1. Komunikasi massa

Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator politik kepada komunikan (khalayak) melalui media komunikasi massa, seperti surat kabar, radio, televisi.

2. Komunikasi Interpersonal

Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator kepada komunikan (khalayak) secara langsung atau tatap muka (face to face). Contohnya dialog, lobby, komfrensi tingkat tinggi (KTT), temui publik, rapat umum, konfrensi pers, dan lain-lain.

3. Komunikasi Organisasi

Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator politk kepada komunikan (khalayak) atau komunikasi vertikal (dari atas ke bawah) dan horizontal (dari kiri ke kanan) sejajar. Contohnya komunikasi antar sesama atasan, dan komunikasi sesama bawahan (staf), serta komunikasi berperantara (pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, news letter, lokakarya).


Adapun tipe saluran komunikasi persuasif politik adalah meliputi:

1. Kampanye massa

Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program asas, platform partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik kepada calon pemilih (calon konstituen) melaui media massa, cetak, radio, maupun televisi, agar memilih partai politik yang dikampanyekannya. Contohnya kesejahteraan seluruh petani, akan terwujud apabila memilih partai politik yang saya pimpin menang pemilu.

2. Kampanye Interpersonal

Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program, asas, platform (garis perjuangan), pembagian kekuasaan partai politik yang dilakukan oleh kemunikator politik kepada tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh yang luas terhadap calon pemilih (calon konstituen) agar menyerukan untuk memilih partai politik yang dikampanyekannya. Contohnya Dialog dan Lobby Ketua Tim Sukses Capres-cawapres SBY-JK kepada Ketua Umum Partai Politik Bintang Reformasi dan tim lain kepada partai politik lain.

3. Kampanye Organisasi

Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program, asas, platform (garis perjuangan), pembagian kekuasaan partai politik yang dilakukan oleh kemunikator politik kepada kader, fungsionaris, dan anggota dalam satu organisasi partai politik dan antar sesama anggota agar memilih partai politik yang dikampanyekannya. Contohnya Ketua Partai Politik memberi pesan persuasif kepada anggotanya (vertiakal), dan atau antar sesama anggotanya (horizontal).


EFEK (UMPAN BALIK/ FEEDBACK)

Menurut Ball Rokeah dan De Fleur, akibat (efek) potensial komunikasi dapat dikategorikan dalam tiga macam, yaitu:

1. Akibat (efek) kognitif

Yaitu efek yang berkaitan dengan pengetahuan komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Dalam kaitannya dengan kominikasi plitik, efek yang timbul adalah menciptakan dan memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, menyajikan bahan mentah bagi interpretasi personal, memperluas realitas sosial dan politik, menyusun agenda, media juga bermain di atas sistem kepercayaan orang.

2. Akibat (efek) afektif

Yaitu efek yang berkaitan dengan pemahaman komunikan terhadap pesan yang disampaikan.

Dalam hal ini ada 3 efek komunikasi politik yang timbul, yaitu:

a. Seseorang dapat menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik melalui komunikasi politik

b. Komunikais bisa memperkuat nilai komunikasi politik

c. Komunikasi poltik bisa memperkecil nilai yang dianut

3. Akibat Konatif (perubahan prilaku)

Yaitu efek yang berkaitan dengan perubahan prilaku dalam melaksanakan pesan komunikasi olitik yang dierimanya dari komunikator politik

Perwujuadan efek komunikasi poliik yang timbul adalah dapat berupa “partisipasi politik” nyata untuk memberikan suara dalam pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, dan Presiden serta Wakil Presiden dan aau bersedia melaksanakan kebijakan serta keputusan politik yang dikomunikasikan oleh komunikator politik.


KOMUNIKAN (PENDENGAR)

Komunikan atau khlayak dalam komunikasi politik adalah semua khalayak yang tergolong dalam infrasturktur atau suprastruktu politik. Atau dengan kata lain semua komunikan yang secara hukum terikat oleh konstitusi, hukum, dan ruang lingkup komunikator suatu negara.

Komunikan dapat bersifat individual atau perorangan, dapat juga berupa institusi, organisasi, masyarakat secara keseluruhan, partai politik atau negara lain.

Apabila komunikan dijadikan sebagai objek dengan berbagai ketentuan normatif yang mengikatnya, sehingga komunikasi tidak memiliki ruang gerak yang bebas, dapat dipastikan bahwa proses komunikasi berada dalam sistem totaliter. Sebaliknya apabila komunikan bukan hanya sebagai objek tapi dijadikan partner bagi komunikator, sehingga pertukaran pesan-pesan komunikasi dalam frekuensi tinggi, maka dapat dipastikan bahwa sitem politik yang melandasi proses komunikasi tersebut berada pada sistem demokrasi. Tolok ukur ini dapat pula digunakan bagi perkembangan pendapat umum (public opinion) atau feedback (umpan balik). Dalam sistem totaliter baik pendapat umum atau umpan balik hampir tidak berfungsi. Sedangkan dalam sisem demokrasi pendapat umum atau umpan balik dijadikan alasan sebagai masukan (input) bagi penguasa untuk menyempurnakan kebijaksanaan komunikasi pemerintah.


HAKIKAT KOMUNIKASI POLITIK

Pokok – Pokok Komunikasi Politik

Dalam memahami dan mendalami komunikasi politk, perlu terlebih dahulu mengetahui dan mempelajari hakikat komunikasi yang meliputi pengertian, unsur, dan fungsi dari komunikasi politik. Pembahasan mengenai hakikat komunikasi yang meliputi hal diatas adalah sebagai berikut:

a. Pengertian komunikasi politik

Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama melalui lembaga politik (Astrid S. Susanto).

(Telah dijelaskan di 2.1 Pengertian Komunikasi Politik)

b. Unsur-unsur Komunikasi Politik

Menurut Drs. Sumarno, AP, unsur komunikasi politik meliputi dua unsur, yaitu:

1). Unsur Komunikasi Politik dalam Lembaga Suprastruktur

Dalam unsur ini terdiri dari tiga kelompok yaitu yang berada pada lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Pada ketiga kelompok tersebut terdiri dari elit politik, elit militer, teknokrat, dan profesional group.

2). Unsur Komunikasi Politik dalam Lembaga Infrastruktur Politik

Dalam unsur ini terdiri dari beberapa kelompok, yaitu:

a). Partai politik

b). Interest group

c). Media komunikasi politik

d). Kelompok wartawan (sebagai within-put)

e). Kelompok mahasiswa (sebagai within-put)

f). Para tokoh politik

c. Fungsi Komunikasi Politik

Fungsi komunikasi poitk dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:

1). Aspek Totalitas

Fungsi komunikasi politik dalam aspek totalitas adalah mewujudkan suatu kondisi negara yang stabil dengan terhindar dari faktor-faktor negatif yang mengganggu keutuhan nasional.

Artinya bahwa negara berkewajiban menyampaikan komunikasi politik kepada masyarakat secara terbuka (transparan) serta menyeluruh (komprehensif) serta menghilangkan hambatan (barier) komunikasi antara negara dengan masyarakat sehingga tercipta hubungan yang harmonis diantara keduanya.

2). Aspek Hubungan Suprastruktur dan Infrastruktur Politik

Fungsi komunikasi politik dalam hubungan suprastruktur dan infrastruktur politik adalah sebagai jembatan penghubung antara kedua suasana tersebut dalam totalitas nasional yang bersifat independen dalam berlangsungnya suatu sistem pada ruang lingkup negara.

Artinya bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan (artikulasi) semua kebijakan dan keputusan politik kepada masyarakat dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Aspek yang dimaksud adalah aspek ideologi, ekonomi, sosial politik, hukum, dan hankam serta aspek lain yng berhubungan dengan sikap dan perilaku politik Indonesia kepada pihak internasional (luar negeri).


Konsep Pembahasan Komunikasi Politik

Menurut ilmuwan komunikasi, pembagian teori komunikasi dalam beberapa konsep disesuaikan dengan sistem poliik yang berlaku pada negara yang bersangkutan. W. L. Rivers, W. Schramm dan C. G. Cristians dalam bukunya “ Responsibility in Mass Communications” membagi tiga konsep, yaitu:

1. Authoritharianism

Konsep komunikasi politik dalam sistem Authoritharianism adalah komunikasi politik dimana lembaga suprastruktur politik mengatur bahkan menguasai sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur.

Artinya, Negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem komunikasi atau bahkan hanya bisa menerima semua pesan komunikasi politik yan disampaikan oleh negara aau pemerintah.

Contoh: Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Sosialis Komunis

2. Liberitarianism

Konsep komunikasi politik dalam sistem Liberitarianism adalah komunikasi politik dimana lembaga infrastruktur politik memiliki kewenangan yang bersifat besar untuk mengatur bahkan menguasai sistem komunikasi politk yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur politik.

Artinya, Masyarakat (society) lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Negara hanya memiliki daya untuk memantau atau mengendalikan sistem komunikasi agar tidak melanggar semua aturan atau hukum yang berlaku dalam negara yang dapat berakibat kerugian pada masyarakat umum.

Contoh : Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Demokrasi.

3. Social Responsibility Theory

Konsep komunikasi politik dalam sistem Social Responsibility Theory adalah komunikasi politik dimana lembaga suprastruktur politik mengatur bahkan menguasai sebagian besar sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur.

Artinya, Negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem komunikasi politik atau bahkan hanya dapat menerima sebagian besar pesan komunikasi politik yang disampaikan oleh negara atau pemerintah.

Contoh : Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Sosialis Demokrat.


PERILAKU PENGUASA

Seorang penguasa haruslah dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang adil serta menyelesaikan masalah dengan tepat. Tapi dapat dilihat dari para penguasa saat ini, kebanyakan dari mereka kurang dapat memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahannya. Masih banyak dari kebijakan penguasa merugikan banyak pihak serta lebih menguntungkan pihak lainnya. Biasanya yang menjadi korban ketiadkadilan dari penguasa adalah rakyat kecil yang semakin hari semakin susah menjalani kehidupan. Akibatnya banyak rakyat kecil yang menderita gizi buruk, dan tingkat penggaguran yang tinggi. Maka dari itu, penguasa haruslah mencerminkan keadilannya. Saling menguntungkan semua pihak dan meminimalkan akibat yang bersifat merugikan.

Dalam kajian komunikasi politik sikap perilaku penguasa (elit berkuasa pemerintah) merupakan pokok bahasan utama, karena para penguasa sangat menentukan berlangsungnya proses komunikasi. Pada tangga tertentu sikap perilaku merupakan warna dominan dan merupakan tolok ukur untuk menentukan dalam sistem politik apa proses komunikasi itu berlangsung. Sikap perilaku penguasa memberi dampak cukup berarti terhadap lalu lintas transformasi pesan-pesan komunikasi baik yang berada dalam struktur formal, maupun yang berkembang dalam masyarakat. Terutama bagaimana sikap terhadap pendapat umum apakah mendapat tempat cukup bebas untuk mengembangkan fungsi dan kompetensinya sebagai input bagi penguasa, atau sebaliknya bahwa pendapat umum sebagai faktor yang membahayakan bagi kedudukan penguasa, sehingga pendapat umum berada pada ruang gerak yang kaku dan terbatas. Karena itu dalam kajian komunikasi politik sikap penguasa terhadap pendapat umum dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan dalam sistem politik apa pendapat umum itu berada. Untuk memperoleh rujukan lebih lengkap Anda dapat pahami dalam kajian berikut.

1. Teori Elit Politik

Banyak teoritisi dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu sosial mengangkat bahasan tentang penguasa, di antaranya menggunakan istilah elit berkuasa, pemimpin, The Great Man dan banyak lagi. Di antara sekian banyak istilah yang paling sering digunakan yaitu elit berkuasa dan istilah pemimpin terutama dalam modul ini. Istilah elit khususnya elit politik dikembangkan oleh Vilfedro Pareto (1848-1923) sebagai sinisme terhadap kekuasaan aristokrat. Pareto mengembangkan konsep "residu"-nya yang didasarkan pada tindakan logisdan tindakan non-logis (S.P. Varma menempatkan logis dan non-logis lebih daripada rasional dan non-rasional). Tindakan logis yaitu tindakan-tindakan yang mempunyai arah tujuan. Sedangkan non-logis yaitu tindakan-tindakan yang tidak di arahkan kepada suatu tujuan. Pareto mengikatkan kepentingan utamanya pada residu kombinasi dan residu keuletan bersama. Residu kombinasi diartikan sebagai kelicikan, sedangkan residu keuletan bersama diartikan sebagai kekerasan. Karakteristik penguasa (elit politik) menurut teori residu menunjukkan dalam kesamaan dengan konsep kekuasaan dari Niccolo Machiavelli (1469 - 1527) bukunya I Principe. Menurut Machiavelli bahwa seorang penguasa harus memiliki karakter cerdik seperti Jerapah dan kejam seperti singa. Sifat jerapah tidak menghindar dari terkaman serigala, tapi jerapah dapat menghindar dari jeratan. Sedangkan singa tidak dapat menghindar dari jeratan, tapi ia dapat mengejutkan serigala. Dari kedua konsep pemikiran tersebut nampak kecenderungan kepada sistem politik totaliter, baik totaliter tradisional maupun totaliter modern. Totaliter tradisional dialamatkan pada bentuk Monarki sedangkan totaliter modern dialamatkan pada bentuk Fasis, Nazi dan Komunis. Teori elit dikembangkan oleh Gaetano Mosca (1858 - 1941) berdasar disiplin ilmu yang dimilikinya yaitu sebagai psikolog dan sosiolog. Mosca mengkualifikasikan elit ini ke dalam dua status, yaitu elit yang berada dalam struktur kekuasaan dan elit masyarakat. Elit berkuasa menurut Mosca yaitu elit yang mampu dan memiliki kecakapan untuk memimpin dan menjalankan kontrol politik.

Dalam proses komunikasi elit berkuasa merupakan komunikator utama yang mengelola dan mengendalikan sumber-sumber komunikasi, sekaligus mengatur lalu lintas transformasi pesan-pesan komunikasi yang mengalir secara vertikal maupun horisontal.

Elit berkuasa selalu menjalin komunikasi dengan elit masyarakat untuk memperkuat kedudukannya dan mempertahankan status quo.

Teori elit politik ini diperkuat oleh Ortega Y. Gasset (1833 - 1955) dalam bukunya Obras Completas dalam bahasa Spanyol. Ortega mengembangkan teorinya tentang massa. Menurut Ortega kebesaran suatu bangsa bergantung kepada kemampuan rakyat, masyarakat umum, kerumunan, massa untuk menemukan simbol dalam orang pilihan tertentu.

"Orang pilihan" adalah orang-orang yang terkenal dan merekalah yang membimbing massa. Orang yang tidak terpilih adalah efektif dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Selanjutnya Ortega menyatakan bahwa suatu bangsa merupakan suatu massa manusia yang terorganisasi, dan disusun oleh suatu minoritas individu yang terpilih (lihat S.P. Varma, 208).

Dari hasil pemikiran para ilmuwan tersebut pada prinsipnya menempatkan elit ke dalam dua status yang berbeda, yaitu elit pemerintah (elit berkuasa) dan elit masyarakat. Elit berkuasa merupakan kelompok kecil yang dapat menentukan arah kehidupan negara. Sedangkan elit masyarakat merupakan elit yang dapat mempengaruhi masyarakat lingkungan di dalam mendukung atau menolak segala kebijaksanaan elit berkuasa. Karena itu elit berkuasa sangat berkepentingan untuk menjalin komunikasi dengan elit masyarakat di dalam upaya mewujudkan ideal kekuasaan.

Ideal kekuasaan dapat dalam warna totaliter, dapat pula dalam warna demokrasi. Hal ini akan sangat bergantung pada sistem politik yang dianutnya.

Dalam kaitan elit politik, Karl Mannheim (1893 - 1947) dalam buku berjudul Ideology and Utopia: An Introduction to the Sociology of Knowledge, menghubungkan teori-teori elit dengan fasisme dan anti intelektualisme. Mannheim membenarkan teori Pareto tentang kekuasaan politik selalu dijalankan oleh minoritas (elit). Dalam pemikiran Mannheim terdapat pula pemikiran-pemikiran demokratis. Hal ini dapat diperhatikan dari ungkapannya bahwa: Pembentukan kebijakan sebetulnya ada di tangan elit, tetapi hal ini bukan berarti masyarakat tidak demokratis. Menurut Mannheim bahwa dalam negara demokrasi, masyarakat secara individual terbuka kesempatan untuk menjalankan pemerintahan, paling tidak individu dapat menyalurkan aspirasinya. Hal ini mengandung makna bahwa kelompok bawah dapat menggeser elit berkuasa selama mendapat dukungan masyarakat. Kelompok ini akan merupakan elit baru yang memegang puncak kekuasaan.

Tipe elit tidak dapat digeneralisasikan ke dalam satu macam tipe, sebagaimana diungkap oleh Schoorl dalam bukunya Sosiologi dan Pembangunan (alih bahasa dari Sosiologie der Modernisering) mengangkat lima tipe elit, yaitu:

a. elit kelas menengah;

b. elit dinasti;

c. elit kolonial;

d. kaum intelek revolusioner;

e. pemimpin-pemimpin nasional

Pertama, elit menengah. Elit ini berasal dari kelompok pedagang dan tukang yang termasuk golongan minoritas keagamaan atau kebangsaan. Pola keyakinan atau ideologi elit ini mudah berubah dan bersifat individualistis. Struktur masyarakat yang dicita-citakan bersifat bebas dan terbuka terhadap inisiatif dan aktivitas swasta.

Kedua, elit dinasti. Elit ini sebagai elit aristokrat yang mempertahankan tradisi dan status quo. Tradisi pulalah yang dijadikan dasar untuk melegitimasi kekuasaan dan kewibawaan. Negara-negara yang termasuk elit ini, seperti: Jepang, Jerman, Iran dan beberapa di kawasan Amerika Latin, Timur Tengah dan sebagian kecil di kawasan Asia.

Ketiga, elit revolusioner. Elit ini berpandangan bahwa nilai-nilai lama perlu dihapus karena tidak cocok dengan tingkat kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Elit ini berupaya mewujudkan suatu sistem sosial politik baru yang diabdikan untuk kepentingan revolusi. Perhatikan negara-negara komunis seperti Libia, Cekoslovakia, dan lain-lain (juga Uni Soviet sebagai negara nasional sebelum musnah di penghujung tahun 1991).

Keempat, elit nasionalistik. Elit ini merupakan kelompok pluralis, sehingga mudah mengundang konflik antar pluralis. Adakalanya elit ini sering bertindak tidak atas dasar kenyataan. Elit ini timbul dari kegiatan sosio politik melawan penjajahan.

Kelima, adalah elit kolonial. Elit ini jarang mendapat kajian yang karena dianggap kurang bermanfaat dan tidak memberi kontribusi terhadap referensi ilmu pengetahuan. Namun demikian sekedar untuk mengetahui bagaimana pengaruh elit kolonial terhadap proses komunikasi, berikut ini penulis mengangkat teori yang diungkap Galtung tentang teori "Centrum dan Peri-peri" sebagai penyempurnaan teori imperialisme. Menurut Galtung, dua prinsip mekanisme untuk menciptakan dan memelihara imperialisme, yaitu:

a. Prinsip relasi interaksi vertikal.

b. Prinsip struktur interaksi feodal.

Dua prinsip yang diangkat Galtung, dijadikan tipe imperialisme dalam berbagai bidang, yaitu bidang politik, ekonomi dan militer.

Dalam bahasan ini penulis hanya mengangkat prinsip struktur feodal yang diragakan dalam suatu ragaan berikut ini:









Keterangan:

C = Negara Centrum (Imperialis, Kolonialis)

P = Negara Periferi (Negara yang bersifat ketergantungan, negara koloni

atau jajahan).

Dari ragaan tersebut Anda dengan jelas dapat melihat bahwa negara jajahan tidak dapat mengadakan komunikasi dengan jajahan lainnya (= dalam konteks komunikasi internasional), kecuali hanya dapat mengadakan komunikasi atau relasi dengan negara penjajah sebagai negara Centrum.

Dengan bergesernya isu global dari isu ideologi ke isu hak-hak asasi manusia sebagai akibat perubahan peta politik global (polarisasi ideologis antara Uni Soviet dan Amerika Serikat), maka konsep ini telah banyak ditinggalkan oleh berbagai negara di kawasan global ini.

Ungkapan di atas memberi suatu informasi bahwa peran elit, bagaimana pun bentuk dan tipenya selalu menempati posisi penting, sikap perilaku memberi warna dominan terhadap kondisi kehidupan masyarakat. Pada umumnya setiap elit berupaya untuk menguasai dan mengendalikan sumber-sumber komunikasi untuk mempertahankan status quo-nya.

2. Teori Kepemimpinan

Cecil A. Gibb menyatakan bahwa ahli pikir telah memusatkan perhatian terhadap kepemimpinan ini sejak zaman Confuscius. Setelah itu banyak rumusan dan teori kepemimpinan yang diungkap oleh para ilmuwan dan para pemikir lainnya.

Dari sekian banyak teori kepemimpinan pada prinsipnya meliputi empat macam teori, yaitu: Unitary Traits Theory, Constellation of Traits Theory, Situational Theory dan Interaction Theory. Teori pertama, menunjukkan bahwa seorang pemimpin selalu memiliki karakter tertentu sebagai faktor pembeda terhadap masyarakat biasa. Teori ini disebut pula teori orang besar (the great man theory) yang memunculkan keistimewaan sikap perilaku. Contoh Napoleon Bonaparte (1769 - 1981), seorang prajurit Perancis yang mampu menjadi seorang Kaisar Perancis, Alexander The Great (356 - 323 SM) terkenal keberaniannya di dalam memenangkan peperangan dan lain-lain.

Teori kedua, Constellation of Traits Theory yaitu teori yang memunculkan ciri-ciri seorang pemimpin yang mempunyai nilai secara psikis dan fisik.

Teori ketiga, Situational theory yaitu teori kepemimpinan yang ditentukan oleh situasi waktu dan tempat. Teori ini sebenarnya tidak mampu menggeneralisasikan tipe pemimpin yang muncul pada waktu berbeda.

Teori keempat, Interaction Theory yaitu teori yang mempelajari dampak interaksi, sehingga pemimpin dalam aktivitasnya merupakan replika atau cerminan dari pengikutnya dan masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan mereka.

Teori-teori tersebut pada akhirnya bermuara pada sikap dan perilaku pemimpin. Seorang pemimpin dituntut mampu mengonstruksi nilai-nilai ideal ke dalam kenyataan empiris yang dapat ditransformasi kepada pengikut dan masyarakat sekitarnya. Dampak yang lebih luas diharapkan agar para pengikut tersebut mampu meng-encode (memformulasikan ke dalam simbol-simbol) ulang sesuai kapasitas masyarakat, sehingga tumbuh sikap positif sebagai dukungan terhadap kedudukan pemimpin dalam melakukan seluruh kebijaksanaannya. Seorang pemimpin yang berhasil bukan hanya diukur oleh hasil yang dicapai selama masa jabatannya, namun sampai batas mana dapat membentuk citra positif terhadap pribadi pemimpin tersebut, sehingga ia dijadikan cerminan bagi pemimpin-pemimpin berikutnya.

Menurut Dan Nimmo pemimpin yang berhasil yaitu pemimpin yang mendapat dukungan dari semua unsur kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Pemimpin semacam ini Dan Nimmo menyebutnya sebagai symbolic leader (pemimpin simbolik).

Dalam praktek, kepemimpinan simbolik harus tampil sebagai penggugah imajinasi dan sebagai simbol aktivitas kehidupan. Ia bagaikan seorang actor yang bermain di pentas panggung drama yang mampu menghanyutkan emosi semua penonton ke dalam alur cerita yang dipentaskan. Ia dapat mentransformasi problem kehidupan ke dalam kenyataan empiris yang dapat diterima para pengikut dan masyarakat umum. Kemampuan mentransformasi adalah kemampuan berkomunikasi, kemampuan membentuk sikap dan perilaku khalayak, masyarakat yang mendukung terhadap aktivitas kepemimpinannya. Minat para teoritisi dan ilmuwan sangat tinggi intensitasnya di dalam menekuni masalah kepemimpinan (terutama kepemimpinan negara), karena kewenangan dan kekuasaan yang melekat pada pemimpin, dapat menentukan nasib berjuta-juta bahkan beratus juta umat manusia. Karena itu kekuasaan adalah hakikat kepemimpinan yang mampu menggunakan kekuasaan tersebut. Kekuasaan sebagai batu penguji bagi pemimpin untuk mempelajari dampak yang ditimbulkan dari dirinya terhadap orang lain (lihat Natemeyer, 1978: 166).

Kekuasaan yang melekat pada pemimpin dapat diperhatikan dari berbagai landasan, yaitu:

a.Expert power, kekuasaan yang berlandaskan pada suatu persepsi bahwa pemimpin harus memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu.

b.Referent power, kekuasaan yang berlandaskan pada kesenangan, kekaguman pengikut, sehingga mengidentifikasikan diri mereka terhadap pemimpin.

c.Reward power, kekuasaan yang berlandaskan pada keahlian dalam menggunakan metode penghargaan terhadap pengikut dan masyarakatnya.

d.Legimate power, kekuasaan yang berlandaskan pada suatu persepsi pengikutnya bahwa pemimpin memiliki legalitas atau kewenangan untuk melaksanakan pengaruh-pengaruh atas mereka.

e.Coersive power, kekuasaan yang berlandaskan pada rasa takut dari para pengikutnya yang tidak mengindahkan keinginan pimpinan yang selalu disertai hukuman (lihat Astrid, 1975).

Kelima dasar kekuasaan tersebut dalam praktek adakalanya diaktualisasikan sekaligus sesuai kondisi dan situasi serta sistem nilai yang melandasinya. Kekuasaan pada prinsipnya selalu melekat pada struktur kekuasaan. Struktur inilah yang menentukan luas lingkup kekuasaan dan wewenang pimpinan. Astrid S. Soesanto dalam judul bukunya Filsafat Komunikasi mengangkat pendapat Form dan Miler tentang struktur kekuasaan yang membaginya ke dalam lima bagian, yaitu:

a.Struktur yang tersebar di masyarakat dan wewenang lembaga-lembaga sosial.

b.Kekuasaan pengambilan keputusan yang dipegang oleh lembaga-lembaga sosial lokal.

c.Kekuasaan yang berada pada grup-grup informasi yang mengambil sikap terhadap suatu masalah yang aktual.

d.Kekuasaan yang dipegang oleh kelompok yang paling menentukan dalam suatu masyarakat yang luas.

e.Kekuasaan yang berada pada kelompok yang mempunyai lingkungan pengaruh yang luas.

Struktur kekuasaan sebagaimana diungkap di atas menentukan lingkup kewenangan dan kekuasaan di dalam menentukan kebijaksanaan yang berkaitan dengan kepentingan umum (kepentingan masyarakat negara). Kekuasaan yang tertinggi berada pada negara, karena diberi atribut kekuasaan mengatur kepentingan umum atau kepentingan warga negara, tidak pernah atribut ini diberikan pada struktur kekuasaan lain.

Kekuasaan negara yang diaktualisasikan ke dalam wujud pemerintahan akan selalu berorientasi kepada tujuan negara, sehingga semua aspek kehidupan negara termasuk di dalamnya pengendalian sumber-sumber komunikasi terarah pada upaya tercapainya tujuan negara.

Dari ungkapan di atas Anda dapat melihat bahwa, kekuasaan akan memberi warna dominan terhadap proses komunikasi baik yang berlangsung dalam struktur formal maupun yang berkembang di dalam masyarakat.

Karena itu kepemimpinan elit berkuasa sekaligus dengan sistem kekuasaannya sebagai objek kajian komunikasi politik, karena berlangsung tidaknya proses komunikasi sesuai dengan hukum-hukum komunikasi atau nilai-nilai normatif yang melandasinya, dan sedikit banyaknya bergantung kepada perilaku elit atau pemimpin yang mengoperasikan kekuasaannya.


BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Komunikasi politik (political communication) adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan menggunakan seperangkat simbol-simbol yang berarti yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah."

Unsur-unsur komunikasi yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses komunikasi yaitu unsur komunikator, karena komunikator dapat mewarnai dan mengubah arah tujuan komunikasi. Sikap prilaku penguasa (elit politik) memberi dampak cukup berarti terhadap lalu lintas transformasi pesan-pesan kominikasi baik yang berada dalam dalam struktur formal, maupun yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai elit berkuasa ia mampu mengendalikan dan menjalankan kontrol politik, sekaligus mengendalikan sumber-sumber komunikasi. Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi, membentuk sikap dan prilaku khalayak, masyarakat yang mendukung terhadap aktivitas pemimpinannya.


Saran

Kebesaran suatu bangsa bergantung pada kemampuan rakyat, masyarakat umum, dan massa untuk menemukan simbol dalam orang pilihan, karena orang pilihanlah yang mampu membimbing massa.

Kita sebagai mahasiswa sekaligus masyarakat umum harus jeli dalam memilih calon pemimpin bangsa. Ajang pemilihan umum merupakan pesta demokrasi bagi rakyat, adalah salah satu jalan untuk menentukan orang pilihan yang mampu memimpin bangsa dan membimbing rakyat. Untuk itu, gunakan hak pilih kita dengan sebaik-baiknya. Karena satu suara sangat menentukan nasib bangsa kita ke depannya.

Daftar Pustaka

1. Romeltea. 2009. Komunikasi Politik_Romeltea Magazine.. http://www.romeltea.com/?p=170. 02/05/2009 12.58

2. Sukosd, Miklos.2008.Political Communication_Intro.ppt. http://www.abdn.ac.uk/pir/notes05/Level4/PI4052/Political%20Communication_Intro.ppt02/05/2009 15.37

3. Sukosd, Miklos. 2008. Political Communication,pdf. http://www.hc.ceu.hu/polsci/syllabi/0809/MA/fall/PoliticalCommunication.pdf. 02/05/2009 15.58

4. Ian, Coldwell. 2001. The Ethics Political Communication, pdf. http://www.psa.ac.uk/journals/pdf/5/2002/coldwell.pdf. 02/05/2009 12.58

5. Rachman, A. 2009. Komunikasi Politik. http://www.pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files modul. 02/05/2009 14.35

6. Political Communication on Television. http://www.epra.org/content/english/press/papers/epra0002.doc.02/05/2009 14.28

7. Massofa. 2008. Teori Pendekatan Komunikasi Politik. http://www. massofa.wordpress.com. 06/05/2009 14.30

8. Coleman, Stephen. 2001. „E-Politics: democracy or marketing?” Voxpolitics.com http://www.voxpolitics.com/news/voxfpub/story266.shtml

9. Soemarno. 2009.Komunikasi Politik.LKP. http://dc123.4shared.com/download/83545952/bdcceafa/Komunikasi_PolitikLKP.rar?tsid=20090502

10. Adzkiya. 2008. Penguasa yang Adil. http://adzkiya.blog.uns.ac.id/2008/12/19/penguasa-yang-adil. 06/05/2009 14.16

11. Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun. (1993.) Indonesia dan Komunikasi

Politik. Jakarta: Gramedia.

12. Astrid S. Susanto. (1975). Komunikasi Sosial. Jakarta: Bima Cipta.

Selengkapnya..